If Tommorow Never Comes
***
Kapan ya? Gue bisa ketemu dia lagi?
Gue kangen banget sama senyumnya yang bisa dibilang imut itu. Gue juga
kangen sama wajah dan suaranya yang bisa mendamaikan pikiran dan hati
gue. Tapi, kapan gue bisa melihat semua itu kembali? Apa ini salah gue?
Apa dia balas dendam ke gue?
Gue akui, gue emang salah. Gue bodoh... Gue bukanlah orang yang pantas buat dia. Dia terlalu bagus untuk gue.
Dulu, senyumnya gue abaikan begitu saja. Gue nggak peduli, mau dia
senyum, mau dia ketawa, mau dia nangis, gue sama sekali nggak peduli.
Toh, dia hanyalah sebagai temen biasa gue, hanya lelaki yang biasa gue
anggep sebagai sebatas teman. Dulu, dia bukanlah orang yang special bagi
gue.
Gue gak tau pasti, kapan perasaan ini muncul. Yang gue
tau, waktu itu kita disuruh bikin satu kelompok dua orang, untuk
observasi tugas study tour ke Jogja. Dan gue sekelompok sama dia.
Awalnya gue nggak mau, dan ingin pindah kelompok, secara... Dia nggak
deket ma gue. Bagaikan langit dan bumi, perbedaan kita sangat jauh. Dia
pintar, gw bodoh. Dia pendiam, gw berisik. Gw eksis, dia tidak. Tapi,
takdir memang sudah menyatukan kita waktu itu.
Untuk
mencintainya, tidak butuh proses yang sangat lama. Karena hanya dalam
satu hari penuh bersamanya, perasaan ini telah muncul. Dipagi hari,
disalah satu kamar hotel Pheonix, ketika gue mulai membuka kedua kelopak
mata gw... Entah karena pengaruh sinar matahari, atau apa, in my eyes,
he's like an angel. Hal pertama waktu gue bangun, dihapadan gue udah ada
dia yang sedang membuka sebuah gorden.
"Bangun, udah pagi..."
gue tau, itu kalimat yang biasa didengar oleh hampir semua orang. Tapi,
bagi gue itu kalimat yang istimewa. Karena jarang sekali gue mendengar
kalimat itu. Yang ada, malah alaram yang
selalu bangunin gue di pagi
hari. Gara-gara kejadian itu, pemikiran gue langsung ke dia langsung
berubah. Gue mau mencoba untuk lebih deket sama dia.
"Lu dah
bangun?" tanya gue basa-basi. Dia cuman ngangguk2 aja. Gue cuman
ngacak-ngacakin rambut gue sendiri, nggak bermaksud apa-apa, cuman
kebiasan gue di pagi hari aja. Dari tadi gue liatin, dia sibuk
mempersiapkan tasnya untuk menuju perjalanan ke Borobudur. Gue yang
nggak biasa dicuekin, akhirnya harus selalu memulai pembicaraan, agar
mempertipis kecanggungan diantara kami. Berbagai topik pembicaraan gue
keluarkan pada pagi hari itu. Dan dengan perlahan, gue mulai seneng
ngeliat senyum mautnya itu. Waktu itu, gue inget banget... Gue masih
nganggep dia sebagai sahabat.
Selama perjalanan gue di Jogja,
semua di luar perkiraan gue. Tadinya, gue mau cabut nggak ngerjain tugas
dan ngumpul bareng sama genk gw. Tapi, gw baru sadar... Ternyata
ngerjain tugas itu nggak buruk-buruk amat. Apalagi kalau ada dia
disamping gue. Mau beberapa ratus lembaran laporan, gue kerjain, asal
ada dia disamping gw. Waktu itu, semua murid dan guru-guru pada heran
melihat kedekatan gue dengan dia. Anak gaul dan anak rajin. Siapa yang
sangka?
Kalian tau? Akal sehat gw selalu berhenti kalau aku
sudah ada disampingnya. Bahkan kejadian di hari ketiga waktu Study Tour,
gw juga gak akan lupain kejadian itu. Pas di Malioboro, temen-temen
genk gw nyamperin gw, dan mengatakan beberapa kalimat yang bikin emosi
gw memuncak. Lu semua mau tau kalimat mereka? Ini kata-kata yang mereka
lontarkan dihadapan gw sama dia.
"Eh, otak lu tuh di cuci sama si kutu buku ini ya?"
"Bukan kutu buku lagi, liat aja noh mukanya... Semua orang juga tau kali kalo dia banci!"
"Hahaha, betul! Lo juga kenapa sih bisa-bisanya betah ma anak satu ini?"
"Eh, lo tuh tau diri dong! Lu tuh gak level temenen sama temen gue yang satu ini!"
"Dasar Maho!!"
Gw cuman bisa diem. Gue cuman bisa natap tajam kearah mereka, gw lagi
mencoba untuk mengendalikan emosi gw waktu itu. Gw gak suka sama
kata-kata mereka, tapi... Gw gak mau cari gara-gara sama sahabat gw.
Awalnya gw mikir gitu. Tapi, setelah mereka risih liat tatapan tajam gw.
Ada satu tindakan yang gak gw suka, yang bikin gw kesel setengah mati.
"Apaan sih lu!? Biasa aja dong ngeliat ke kita!"
"Otak lu bener-bener di cuci sama si banci satu ini? Sadar woi! Dia bukan apa-apa lu!"
"Heh!? Lu apain temen gue!? Pake pelet apa sih lo!?" kalimat ini yang
gw gak suka. Bukan karena kalimatnya aja... Tapi karena si brengsek satu
itu berani-beraninya ngedorong dia. Gw gak suka. Mereka boleh ngehina
gw, mukul gw, asal jangan dia...
"Sekali lagi lu semua berani
nyentuh dia. Gw yakin, lu semua gak akan slamet dari gw..." gw
ngomongnya nggak nyolot. Tenang, namun penuh dengan tekanan. Gw gak mau
ngabis-ngabisin tenaga buat tereak-tereak nggak jelas.
"ANJ*ING
LO!" salah satu dari mereka mulai melangkah dan memukul gw. Tapi
sebelum dia nonjok gw, gw tahan tuh tangan, dan gw kunci tangannya untuk
sesaat. Berani-beraninya dia ngelawan anak Karate kayak gw.
Setelah itu, mereka semua langsung pergi dari hadapan gw. Ternyata hanya
sedikit gertakan, mereka langsung takut. Dasar pengecut. Lebih baik gw
tinggalin temen-temen yang seperti itu. Nggak lama, gw mulai menoleh
kesebalah gw, melihat ke tempat dia berdiri. Secara kebetulan, ternyata
dia jg ngeliat ke gw. Lalu dia mengalihkan pandangannya, dan dia
memandangku lagi.
"Maaf..." ucapnya yang memecahkan keheningan. Gw cuman bisa ketawa, melihat tingkah lakunya yang lucu tadi.
Ya, mungkin dari sini. Dalam sehari ini, gue bisa jatuh segampang itu
kedalam pesonanya. Gue sendiri juga gak tau, kenapa gw bisa langsung
jatuh cinta pada sosoknya. Dalam sehari itu, gw ukir namanya dihati gw,
gw lukis senyumnya dipikiran gw, secara perlahan.
Lama
kelamaan, gw jadi merhatiin dia terus, seharian. Gw baru sadar kalau dia
itu tipe cowok yang unik. Tingginya nggak seberapa, sekitar sepundak
gw. Kulitnya lebih putih dari gw, badannya bisa dibilang kurus,
dan
matanya terlihat sayu. Sifatnya juga ternyata beda jauh dari perkiraan
gw dulu. Gw kira, dulu dia itu tipe cowok yang kutu buku, dingin,
ngomong cuman kalo ada perlu, pokoknya jutek deh. Tapi ternyata gw
salah, dia itu tipe orang yang care banget! Gak tau kenapa, gw ngerasa
nyaman aja sama dia. Gw suka senyumnya, terlihat sangat imut dengan
lesung pipinya itu. Gw suka suaranya, gw suka tatapannya, gw suka
sentuhannya, gw suka semua hal yang berasal dari dia.
Sebagai cowok straight, gw mati-matian buat menghilangkan perasaan ini.
Tapi, seberapa kalipun gw mencoba, gw tetep gagal. Setiap kali gw
mencoba untuk melupakan, maka ketika itu juga semua banyangan dia
muncul. Hal ini gw alamin waktu hari kedua di Jogja. Gw emang gak mampu
buat lupain dia, buat menghilangkan perasaan ini. Gw memang...
Benar-benar mencintai lelaki ini.
Gw hampir aja nembak dia,
waktu kita nyanyi bareng pas berkunjung ke Pantai Parang Tritis. Tapi,
gw mikir: Ah, gw belum siap. Besok-besok juga bisa.
Tapi apa
yang terjadi dengan keesokan harinya? Di malam hari, ketika perjalanan
kembali ke Jakarta. Gw kehilangan senyumnya yang selama tiga hari ini
menemani hari-hari gw. Gw kehilangan suara yang selalu memanggil nama
gw. Gw kehilangan tatapan yang sangat indah. Gw kehilangan dia. Gw
kehilangan sosok yang selalu membuat jiwa gw jadi tentram.
Disaat tragedi malam hari itu, yang ada diotak gw cuman pertanyaan-pertanyaan ini:
Kenapa kecelakaan ini harus terjadi?
Kenapa ini bisa terjadi?
Kenapa harus dia?
Kenapa bukan gw saja yang terluka? Yang menghilang?
Kenapa?
Kenapa?
Kenapa?
Gw tau, gw bodoh. Pertanyaan itu nggak akan dijawab oleh siapa pun.
Memang, gw harus bersyukur karena telah selamat dari tragedi itu.
Tapi... Kenapa harus dia yang KAU panggil duluan? Kenapa bukan aku saja?
Waktu itu, gw gak peduli sama semua luka-luka yang gw dapet karena
kecelakaan itu. Yang gw lakuin, gw selalu memanggil namanya. Gw teriak,
air mata gw sudah deras membasahi wajah gw. Seandainya waktu itu ada
bintang jatuh, gw mau memanjatkan satu permohonan saja. Gw mau,
seseorang yang gw sayang, yang gw cintai, bisa berada di hadapan gw lagi
dengan senyumnya yang khas. Bukan terbaring lemah dan penuh darah.
Gw gak peduli sama semua orang yang ada di sekitar. Gw peluk tubuhnya,
darahnya, dengan darah gw, melebur menjadi satu. Gw belum siap untuk
ditinggalkan olehnya, gw belum mengatakan perasaan gw ke dia. Gw belum
bilang ke dia, kalau gw sangat mencintainya. Apa takdir akan berubah
jika aku mengatakan cinta padanya kemarin? Gw belum ikhlas... Untuk
menerima kepergiannya dari sisi gw.
Sabar.
Itu yang
mereka semua katakan. Mereka nggak akan tahu perasaan gw gimana. Mereka
cuman ngomong sabar, sabar, dan sabar! Capek gw dengernya... Gw
bener-bener nggak ikhlas. Bahkan ketika mereka mencoba untuk melepaskan
pelukan gw, gw masih belum rela untuk melepaskan tubuhnya. Gw masih mau
bersamanya. Mendekap tubuhnya.
Gw yakin, malem itu... Semua
mata tertuju pada gw yang lagi berduka cita. Nafas gw gak beraturan.
Mungkin mereka semua bingung, kenapa gw bisa sesedih ini? Gw memang
nggak pernah nangis dihadapan mereka semua. Tapi kali ini, gw gak bisa
menahan emosi gw. Gw pengen nangis sepuas gw... Dan gw pengen memanggil
nama dia, sekencang yang gw bisa. Tapi, walaupun gw panggil dia... Dia
nggak akan pernah datang lagi dikehidupan gw.
Dan yang bikin
hati gw tambah miris. Ketika gw sedang memeriksa tasnya, gw menemukan
sebuah buku. Gw baru inget, buku kecil ini selalu dibawanya kemana-mana.
Dan gw sangat penasaran, dan gw buka buku itu. Air mata yang sudah
mengering tadi, kini mengalir kembali. Lu tau nggak? Apa yang ada dalam
buku itu? Sumpah, kalau gw ngebaca lagi... Rasanya gw kesel banget sama
diri gw sendiri.
Ini salah satu karya yang dia buat didalam buku itu...
---
Gelap, kelam telah berkuasa dari gunung sampai ke pantai.
Yang tersisa hanyalah secercah sinar rembulan yang redup.
Dalam cahaya yang minim ini, aku masih bisa melihat sesuatu yang sekarang sedang ku genggam erat ini.
Sebuah potret dirimu, yang kelak kubawa bermimpi.
Tapi, bukankah kau sudah ada disampingku sekarang?
Aku ingin sekali memelukmu.
Menginginkan sebuah kehangatan yang kau beri.
Namun, apa dayaku?
Aku dan kamu, bagaikan dua buah kutub yang berbeda.
Disisi lain, kita layaknya cermin, sama.
Jarak kita hanya beberapa meter, tapi, aku tak bisa menggapaimu.
Bukan karena kakiku tak mampu untuk melangkah.
Tapi karena takdirlah, yang tak mengizinkanku.
Malam ini memang sangat gelap...
Tapi, kehadiranmu itu membawakan cahaya dari ruang kalbuku yang terdalam.
Apakah hal ini bisa kau rasakan dariku juga?
Aku pun melantunkan sebuah melodi, berharap agar kau mendapatkan mimpi yang indah.
Tahukah kamu? Dalam diam, aku selalu mengukir namamu, di dalam sini... Ya, di hatiku.
Tapi, kalau kau mengetahuinya...
Aku yakin, hubungan kita akan semakin merenggang.
Huh... Mataku sudah mulai gelisah
Padahal, aku masih mau menatap wajahmu
Terkadang, aku takut untuk memejamkan mata ini
Takut, jika aku tak bisa menanti hari esok.
Hei, jika aku tak'kan pernah bangun dihari esok.
Tahukah kamu tentang perasaanku saat ini?
Tahukah kamu jika aku sangat mencintaimu?
Tahukah kamu?
I love you, A.
---
Sumpah, gw miris banget pas ngebaca itu. Gw gak nyangka, kalau dia
bakal sebut nama gw di akhir kalimatnya. Gw nyesel seumur hidup gw... Gw
nyesel, kenapa dari dulu gw gak bilang kalau gw suka sama dia? Kenapa
penyesalan itu selalu datang terlambat?
Gw memang bodoh, gw gak bisa menjaganya. Gw gak bisa ngelindungin seseorang yang sangat gw cintai. I'm such an idiot!
Namun, gw selalu berpikir...
Kapan gw bisa bertemu lagi dengannya?
Dari cerita diatas, gw cuman mau menyampaikan sesuatu. Please, buat
kalian semua... Gw tau ini susah. Tapi, jika lu semua punya seseorang
yang lu cintai... Maka, katakanlah secepat mungkin. Sebelum semuanya
terlambat, dan lu bakal menyesal. Itu aja yang mau gw sampein...
Sorry kalo terlalu panjang, and... Nice to meet you, guys
Tidak ada komentar:
Posting Komentar