Dicabuli oleh kak fandy
Berawal dari
sebuah permainan olok olokan bersama teman teman asrama. Kami
menyebutnya main “jajah jajahan”. Permainan ini bisa berupa permainan
apa saja misalnya main Kartu Domino, Kartu Remi sampai main petak umpet.
Yang pasti barang siapa yang kalah harus di jajah makanya permainan ini
di sebut “Jajah Jajahan”.
Bentuk Hukuman jajah jajahan itupun beragam bisa di suruh mengisi bak kamar mandi, membersihkan toilet, mengerjakan PR bahkan uji nyali.
Nah, yang kami lakukan waktu itu adalah bermain Domino dengan hukuman
berupa “Uji Nyali”. Saya sebenarnya cukup jago dengan permainan yang
satu ini, tetapi permainan tetap permainan tidak mungkin kita selamanya
menang. Sayapun mengalami kekalahan dan teman teman memberikan saya
hukuman yang awalnya saya rasa cukup ringan yaitu hanya untuk mengatakan
sesuatu kepada salah seorang kakak senior di Asrama kami bernama yang
bernama Fandi.
Kata teman teman saya, Kak Fandi sekarang lagi
pacaran sama seorang teman sekelasnya bernama Muthia. Hukuman saya dari
teman teman adalah untuk mengatakan “Kak Fandi Pacarnya Muthia” sebanyak
3x persis di depan Kak Fandi secara angsung dan sayapun menyetujuinya.
Saya melihat Kak Fandi sedang duduk di bawah pohon ketapang sambil
menyeka keringatnya sehabis bermain Bola. Sayapun langsung mendekati Kak
Fandi. Teman teman saya memperhatikan dari jauh sambil sesekali mereka
tertawa girang dengan hukuman yang telah mereka jatuhkan terhaap saya.
Begitu sampai persis di depan Kak Fandi saya dengan tanpa beban
langsung mengucapkan dengan sangat lantang “Kak Fandi Pacarnya Muthia”.
Belum juga sampai tiga kali saya menucapkan kata kata tersebut saya
melihat Kak Fandi melotot dan langsung bangkit dari tempat duduknya.
Sayapun mulai risih (Baca: takut) dan langsung berlari menjauh. Eeeh
ternyata Kak Fandi mengejar saya.
Sayapun berlari sekencang
kencangnya namun Kak Fandi yang jago bermain bola di Sekolah hanya
beberapa langkah saja dari saya. Akhirnya saya memutuskan untuk masuk ke
sebuah ruangan kosong bekas kelas yang sudah tidak terpakai dan
bersembunyi di bawah kolong meja.
Sayangnya Kak Fandi tahu
tempat persembunyian saya. Diapun langsung mendekati saya dan menarik
saya dengan kasar dari bawah kolong meja. Saya sama sekali tidak
berdaya. Saya hanya bisa meminta ampun sama Kak Fandi. Tetapi dia terus
saja mencengkeram kedua lengan saya, menariknya kebelakang dan
menguncinya sampai saya meringis kesakitan. Kata ampun dan maaf tak
henti hentinya saya ucapkan tetapi Kak Fandi sepertinya sudah terlalu
marah sama saya. Dia tetap tidak memperdulikan rasa sakit yang saya
alami sampai kemudian dia berkata
“Kamu tahu yang namanya Muthia itu?” saya hanya bisa menggelengkan kepala
“Mana mungkin saya tahu nama anak anak SMA, saya kan masih SMP walaupun
kita sama sama tinggal di satu asrama” pikirku salam hati.
“Dia itu
mirip Betty La Fea (Waktu itu lagi ada telenovela Betty La Fea), Dia
siswi paling jelek di kelas saya” katanya melanjutkan perkataannya.
“Maaf Kak, saya benar benar tidak tahu” timpalku sambil menahan rasa sakit akibat pelintiran tangannya yang kuat.
“Sekali lagi kamu katain saya pacaran sama Muthia, saya perkosa kamu”
kata Kak Fandi lagi sambil menempelkan badannya persis di pantat saya.
“Mau kamu saya perkosa?” tanyanya lagi
“Tidak Kak, ampun” jawabku sambil memelah
Entah kenapa tiba tiba saya merasakan ada sesuatu yang mulai mengeras
yang menggesek gesek pantat saya. Sepertinya Kak Fandi ereksi. Saya pun
semakin merasa takut tetapi Kak Fandi sepertinya menikmati apa yang dia
lakukan. Dia mulai menggoyang goyangkan pantatnya sambil tetap
mengarahkan kedua tangan saya ke atas meja. Posisi sayapun jadi semakin
menungging. Kak Fandi sepertinya sudah kehilangan akal sehatnya. Dia
tiba tiba mencium tengkuk saya dan saya mendengar desahan yang berbeda
dari irama napasnya. “oohh Kamu mau saya perkosa?” katanya lirih. Saya
tidak menjawab apa apa karena saya sendiri tiba tiba menjadi ereksi
juga.
Kontol saya yang ereksi terasa sesak dan sakit karena
mepet ke meja, lalu saya berusaha untuk melepaskan cengkeraman tangan
Kak Fandi bukan untuk berontak tetapi untuk membuat saya lebih nyaman.
Tetapi Kak Fandi menilainya salah. Dia mengira saya mau melawan jadi
cengkeramannya semakin kuat.
Kak Fandi memiliki badan yang sangat
besar dan kekar. Walaupun masih SMA tetapi dia sangat rajin olah raga.
Selain Sepak Bola, di kamarnya penuh dengan Barbel berbagai ukuran yang
dia buat sendiri menggunakan campuran semen. Wajah dan postur badannya
sangat mirip dengan Bintang Film Philippine Janvier Daily.Itulah satu
satunya alasan kenapa sekarang aku sangat menggilai Aktor asal
Philippines ini. Walaupun banyak sekali yang lebih ganteng darinya. Tapi
dialah gambaran sempurna dari Kak Fandi.
Merasa semakin sakit akibat cengkeraman Kak Fandi, akhirnya saya beranikan diri untuk bicara
“Kak lepasin tangan Kakak, saya tidak akan melawan Koq. Cuma tangan
saya dan kontol saya sakit terkena meja” kataku pelan seraya berbisik.
Akhirnya Kak Fandi melepaskan cengkeraman tangannya. Sekarang dia malah
memeluk badan saya dari belakang sambil terus menggoyangkan pantatnya
dan menciumi tengkuk saya.
Aku bisa merasakan dengan jelas
betapa besarnya kontol Kak Fandi yang tersembunyi di balik Celana Sepak
Bola berwarna Putih yang dia gunakan.
“Kita buka baju ya” katanya
berbisik di telingaku. Aku hanya diam tak menjawab. Sebenarnya aku
masing bingung dengan apa yang terjadi. Di satu sisi aku takut akan
benar benar di perkosa oleh Kak Fandi selain karena takut akan kesakitan
tetapi juga takut karena tahu ini sesuatu yang salah.
Tanpa
menunggu persetujuanku Kak Fandi membuka kancing bajuku satu persatu
(Aku masih dalam posisi membelakanginya). Aku hanya bisa pasrah
mengikuti permainannya. Setelah menanggalkan bajuku, dia tiba tiba
membuka kancing celanaku dan menurunan resletingku. Ada perasaan panic
sebenarnya dalam hatiku. Tetapi lagi lagi, aku hanya bisa diam dan
pasrah. Tetapi begitu dia menurunkan Celana dalamku, aku beranikan diri
membalikkan badan kea rah Kak Fandi dan Berkata
“Tolong, Jangan lakukan ini Kak” pintaku mengiba.
Kak Fandi tersenyum kepadaku lalu berkata “ Jangan khawatir, aku tidak
akan masukin. Aku hanya ingin kamu menjepit kontolku pake paha kamu”.
Aku kembali terdiam menuruti apa yang dilakukan Kak Fandi. Dia lalu
membuka kaosnya dan langsung menidurkan aku di atas bangku panjang. Dia
menindihku sambil menggoyangkan badannya seirama dengan nafsu yang
tengah menggelora di otak Kak Fandi. Anehnya aku semakin menikmatinya.
Tanpa di komando tiba tiba tanganku meraih celana Kak Fandi dan meremas
remas pantatnya serta sesekali meraba raba Kontolnya yang ternyata
sangat besar.
Entah kenapa aku tiba tiba memberanikan diri
memelorotkan Celana Kak Fandi. Dia pun membantu aku melepas celananya.
Kini tinggal Celana Dalam putih ketat yang membungkus pantat gempal dan
Kontolnya yang besar. Dia kembali tersenyum padaku. Aku meremas kedua
bongkahan pantat gempalnya. Kak Fandi memejamkan mata seperti sangat
menikmatinya.
Tak tahan melihat isi di balik celana dalam putih
Kak Fandi, akupun langsung memelorotkan celana dalam itu dan oohh,
sebuah rudal besar berukuran mungkin 18 cm keluar dengan gagah perkasa
dan bahkan terlihat angkuh karena ujungnya sedikit melengkung ke atas.
Aku tidak pernah melihat kontol sebesar itu. Apalagi di tumbuhi bulu
bulu lebat dan terlihat berotot. Di bawahnya menggantung dua biji pelir
yang juga cukup besar.
Aku merasa mulai gila, aku tak sanggup
menahan rasaku. Aku memegang kontol itu dan mengelusnya sambil sesekali
meremas remas buah pelir Kak Fandi.
Kak Fandi kembali tersenyum padaku. Diapun meremas remas kontolku dengan lembut. Aku merasakan sensasi luar biasa.
Tak puas dengan hanya memainkan kontol Kak Fandi, aku meraba pantat
gempalnya dan sesekali meremasnya kuat. Kak Fandi sepertinya mengerti
kalau aku menyukai pantatnya. Tiba tiba dia berbisik padaku
“Kamu mau diatas?”
Setelah mengecup keningku dia mengangkatku dari bangku lalu
menggantikan aku merebahkan badannya di atas bangku dengan posisi
tengkurap.
Aku melihat keringat mulai meleleh dari punggung Kak
Fandi yang mengalir kea rah pantatnya. Aku menjadi semakin bernafsu.
Lalu aku menindihnya Kak Fandi dan menggoyang goyangkan kontolku di
atasnya.
Kak Fandi membimbing kontolku ke arah pinggangnya dan
menjepitnya lembut. Aku pun mulai memompakan kontolku dalam jepitan paha
Kak Fandi. Tetapi hasratkau terhadap pantat Kak Fandi jauh lebih besar.
Aku menarik kontolku dan mengarahkannya ke bongkahan pantat Kak Fandi.
Mungin Kak Fandi mengerti keinginanku, dia merenggangkan kedua pahanya
sehingga aku bisa dengan lebih mudah menggesekkan kontolku di antara
bongkahan pantat Kak Fandi yang di tumbuhi bulu bulu halus.. Aku
merasakan sensasi kehangatan yang luar biasa. Nafsuku semakin membuncah,
Ingin rasanya aku mencoba memasukkannya kedalam lubang kenikmatan Kak
Fandi tetapi tiba tiba Kak Fandi membalikkan badannya.
Dalam posisi duduk dia menyandarkan punggungnya di tembok lalu membimbing aku untuk duduk menempel di atas pahanya.
Kak Fandi meraih kemaluanku dan mengocoknya bersamaan dengan kemaluannya sendiri yang sudah mulai mengeluarkan sedikit precum.
Aku memperhatikan wajah tampan Kak Fandi yang terus terpejam menikmati
kenikmatan. Ku perhatikan dia sesekali menggigit bibirnya.
Kami
semakin basah oleh peluh. Kembali keperhatikan wajah tampan Kak Fandi,
aku tak tahan melihat bibir tipis yang sesekali di gigitnya.
Kudekatkan mukaku kepadanya. Lalu aku memberanikan diri mengecup matanya
yang masih terpejam. Diapun membuka matanya dan memandangiku dengan
penuh seksama namun dia kembali terpejam. Aku bagaikan di tarik magnet
yang sangat kuat. Tiba tiba bibirku sudah mendarat tepat di bibirnya.
Dia hanya terdiam tak bereaksi sama sekali tetapi aku merasakan kalau
dia sangat menikmatinya. Sambil mengocok kemaluanku dengan tangan kanan,
Tangan kiri Kak Fandi meremas remas bongkahan pantatku.
Aku kembali
mencium Kak Fandi. Aku membasahi bibirnya dengan lidahku, lalu melumat
bibir bagian bawahnya tapi Kak Fandi belum juga membalas walaupun
mulutnya sudah mulai sedikit terbuka sehingga aku bisa memainkan lidahku
di bagian dalam bibir Kak Fandi sambil sesekali melumatnya. Aku semakin
menikmati apa yang aku lakukan. Dengan lidahku aku mencoba menerobos
dinding mulut Kak Fandi yang masih tertutup oleh giginya yang tertapa
rapi. Usahaku berhasil. Kak Fandi membuka mulutnya agak lebar sehingga
aku bisa menempelkan ujung lidahku dengan lidahnya sambil sesekali kami
sama sama saling menggoyangkan lidah kami. Aku yang semakin menikmati
permainan lidah ini tak mau hanya sampai disitu. Aku menjadi lebih
agresif. Aku mulai memancing agar bisa melumat lidah Kak Fandi
sepenuhnya. Kembali usahaku berhasil, Kali ini Kak Fandi mulai membuka
matanya dan menatapku sebentar. Kemudian dialah yang menyasar mulutku
dan merengkuh lidahku seolah olah ingin melumat sampai ke ujungnya.
Sesekali aku merasa kewalahan.
Kembali mata kami saling
bertatap seolah ingin bertutur betapa kami sangat menikmati semua ini.
Kak Fandi kemudian menjilati leherku dan dadaku yang penuh dengan
keringat. Lalu dia mencucup putting susuku sambil sesekali menggigitnya.
Akupun menggelinjang menahan nikmat luar biasa setiap kali dia
menggigit putting susuku. Akupun mencoba meraih dadanya dan melakukan
hal yang sama. Aku memelintir putting susu Kak Fandi dengan jari
tanganku. Aku mendengar dia melenguh menahan nikmat. Lalu aku kembali
mengambil control. Tanpa mempedulikan keringat yang bercucuran di dada
Kak Fandi aku menjilatnya dan sesekali menggigit putting susunya sambil
tangan kiriku memainkan putting susu yang satunya. Aku mendengar Kak
Fandi mengerang nikmat.
Dia mengangkat mukaku lalu mencium bibirku
dengan sangat kuat sambil tangannya semakin kencang mengocok kontolnya.
Badan Kak Fandi menggelinjang kuat dan memuncratkan pejuh yang begitu
banyak ke badanku. Cukup lama kontol Kak Fandi tak henti hentinya
mengeluarkan cairan membuat akupun semakin terpacu mengocok kontolku
sendiri.
Melihat aku yang belum keluar, Kak Fandi kembali
menciumiku dan memijit buah pelirku. Akupun mulai merasakan badanku
serasa mengejang dan tak kuasa menahan cairan kental keluar dengan
sangat deras dari batang kemaluanku memenuhi perut dan dada Kak Fandi.
Kami sama sama menarik nafas panjang. Kami hanya saling pandang tapi tak berbicara. Aku tertegun dalam diam.
Aku kemudian beranjak dari tempat dudukku dan mengambil pakaianku.
Tanpa mampu berkata apa apa aku hanya bisa memandang Kak Fandi dan
berlalu dari tempat itu.
Aku setengah berlari bergegas menuju ke kamarku yang berjarak sekitar 100 meter dari TKP.
Di dalam kamar, aku kembali mengenang hal yang baru saja aku lakukan
dengan Kak Fandi. Entah kenapa aku mulai merasa bersalah, menyesal dan
bahkan malu sama diriku sendiri.
Beberapa teman yang melihatku
seperti orang linglung sempat bertanya “Kamu lagi sakit ya?” Tanya teman
sekamarku Ronni. Aku tidak menjawab. Aku beranjak mengambil handuk lalu
bergegas menuju kamar mandi.
Di dalam kamar mandi aku
menangis, aku muak dan marah sama diriku sendiri. Aku lampiaskan
kemarahanku dengan menghantam tembok dinding kamar mandi sampai tanganku
terasa perih karena lecet.
Rasa sakit akibat menghantam tembok
tidak ada artinya di bandingkan dengan rasa sakit hati terhadap diriku
sendiri yang telah melakukan perbuatan hina. Air mataku semakin tak
terbendung. Aku lalu membenamkan mukaku kedalam bak kamar mandi dan
berteriak sekencang kencangnya sampai nafasku terasa sesak.
Akumenggosok badanku dengan sikat pakaian berharap semua dosa dan noda
yang melekat di badanku bisa luntur bersama daki yang melekat di
tubuhku.
Begitu keluar dari kamar mandi aku melihat Kak Fandi berjalan kearah kamar mandi. Dia memandangku sejenak lalu menunduk.
Entah kenapa aku mulai merasa muak, jijik dan bahkan mungkin benci melihat wajah Kak Fandi. Aku merasa sangat sakit hati.
Dalam Do’a ampun penuh penyesalan aku terlelap.
Note:
Mohon Maff apa bila ada kesaman nama ataupun lokasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar